Minggu, 08 Maret 2009

Pacaran vs Nikah Muda


Pengantar

Cinta danPacaran, mungkin sudah tak asing lagi terdengar di telinga kita. Mulai dari anak kecil yang berusia 12 tahun hingga orang dewasa yang telah menginjak usia senja. Di manapun, kapanpun dan siapapun pasti mengerti dan pernah melihat dua orang muda-mudi yang sedang berdua-duaan baik di taman, di jalan, bahkan diatas kendaraan, itulah yang dinamakan pacaran.

Pacaran bisa dikatakan merupakan istilah yang populer dikalangan remaja dan juga dikalangan masyarakat luas. Meskipun sepopuler apapun kata itu, sampai saat ini belum ada definisi yang tepat tentang pacaran. Dalam arti, arti pacaran sangat luas dan multi presepsi. Bisa dikatakan, jika seratus orang ditanya tentang arti pacaran maka akan muncul seratus jawaban pula yang berbeda.

Meskipun aneh, solah–olah masyarakat sudah paham betul tentang makna pacaran. Ketika seorang anak muda ditanya apakah ia sudah punya pacar pasti dengan percaya dirinya dia menjawab “sudah punya”. Dalam pengertian umum seseorang akan dianggap telah berpacaran jika ada salah satu pihak yang mengutarakan rasa sayang atau cintanya kepada seorang laki-laki atau perempuan, dan perkataan tersebut di tanggapi positif oleh orang yang menjadi target.

Dalam konteksnya ketika ada dua insan yang berpacaran pasti dalam hati keduanya telah tumbuh rasa cinta yang berada dalam hati kedua pemuda maupun sang pemudinya. Dalam cintapun terdapat istilah bahwa “ cinta itu buta ”. Itulah istilah bagi orang yang mencintai insan lainnya tanpa sadar dan tidak mengindahkan orang disekitarnya, ia tetap mencintai seseorang tersebut meskipun ia tahu bahwa dia tidak di cintai.

Sebenarnya cinta itu tidak buta karena tidak bermata dan tidak tuli karena tidak mendengar. Cinta itu pasif dan akan aktif bergantung pada manusia yang mengaktifkannya. Cintapun kadang akan muncul dengan sendirinya ketika seseorang merasakan kecocockan pada lain jenisnya. Bahkan ada pula istilah “cinta pada pandangan pertama” yang selama ini terjadi di kalangan remaja. Cinta di sinilah yang kadang di katakan cinta monyet, karena belum saling menggenal namun sudah berani bilang sayang Itulah mengapa ada pepatah yang mengatakan:

Darimana datangnya lintah

Dari sawah turun kekali

Darimana datangnya cinta

Dari mata turun kehai

Ada banyak sekali macam-macam cinta yang di kenal dalam kalangan remaja, namun yang menjadi masalah bermanfaatkah cinta dan kasih sayang (pacaran) itu dalam usia remaja?.

Dewasa ini, ketika seorang pemuda di ajak bicara tentang menikah jawaban mereka juga pasti akan berbeda, mulai dari tidak siap, nikmati dulu masa muda, hingga menikmati pacaran seperti seorang suami-istri. Dengan jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja sekarang hanya ingin bersenang-senang. Tanpa ada tujuan serius dalam berpacaran, apalagi kalau sudah kebablasan telah melakukan hubunga suami-istri karena terlalu menikmati masa pacaran.

Padahal jika membuat komitmen sebelum menikah remaja akan lebih menikmati masa pacaran setelah menikah. Dalam sebuah seminar di Surabaya seorang Pasturpun menganjurkan agar menikah dini daripada harus menunggu siap, kalau menunggu, kapan seorang telah siap dalam menjalani suatu hubungan suami-istri?. Masak Melakukan hubungan suami-istri siap,, namun menjalani hidup sebagai suami istri tidak siap..


Sebab-Sebab Remaja Pacaran

Para pemuda-pemudi sekarang tanpa rasa ragu lagi menjadikan pacaran sebagai simbol bahwa mereka telah mampu membuktikan kalau mereka “laku” dan berani meng-ekspose di depan umum bagaiman cara mereka pacaran.

Mengapa remaja pacaran?. Itulah pertanyaan yang mestinya disadari. Pada dasarnya, ada dua sebab mengapa seseorang menjalani pacaran?

  1. Tuntutan Biologis

Ketika usia seseorang menginjak belasan tahun atau remaja organ-organ reproduksi mereka telah berkebang dan mulai bekerja. Ibarat listrik, libido seks mereka sudah mulai konek. Para remaja sudah mulai “bergetar” bila berdekatan dengan lawan jenisnya. Inilah yang di maksud masa pubertas. Pada masa ini para remaja akan mengalami sensasi seksual akibat perubahan oada diri mereka.,

Menurut Elizabet B. Hurlock dalam Psikologi perkembangan (Erlangga; 1990), pubertas adalah periode perkembangan ketika anak-anak berubah dari mahluk aseksual menjadi mahluk seksual.

Root seperti dikutip dari Hurlock menyebutkan “ Masa Pubertas adalah suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapainya kemampuan reproduksi. Tahap ini disertai dengan perubahan-perubahan dala pertumbuhan somatis dan perspektif psikologis”.

Itulah yang terjadi masa puber memang menjadi masa peralihan yang membuat seorang menjadi malas bekerja, itu di sebabkan karena saat itu para remaja mengeluarkan banyak energi untuk tumbuh. Dan karena pada usia tersebut puncaknya seorang tumbuh dan mengalami perubahan menjadi seorang yang dewasa.

Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer menjadi sekunder. Karakteristik primer meliputi perkembangan organ-organ reproduksi (menstruasi pada remaja putri dan mimpi basah pada remaja laki-laki), sedangkan karakteristik seksual sekunder merupakan perubahan dalam bentuk tubuh sesua dengan jenis kelamin.

Jadi karena perubahan itulah mengapa seorang remaja memiliki dorongan seksual yang tinggi dan rasa ketertarikan pada lain jenis mulai muncul, serta perilaku untuk membuat lawan jenis tertarik dan dalam mencari pengetahuan tentang seks. Setelah itu para remaja mulai mengadakan eksperimen untuk berpacaran.

Jadi pada saat ini normal-normal saja ketika tiba-tiba seorang pemuda-pemudi merasakan getaran-getaran dalam hati yang menyesakkan. Seperti rasa “kesem-sem” dan menyukai hingga remaja tersebut mempunyai keinginan untuk mempacari lawan jenisnya itu.

  1. Tuntutan Budaya

Selain karena tuntutan biologis yang mendesak, ada pula dorongan tertentu yang membuat seorang tersebut menginginkan pacaran. Dorongan tersebut berasal dari Budaya, budaya yang membuat para remaja ingin berpacaran karena para remaja memang mudah latah yang mengikuti perkembangan zaman.

Dapat di pahami, masa remaja adalah masa yang masih belum jelas. Masa transisi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Para psikolog mengatakan, masa remaja adalah masa “mencari identitas diri”. Dalam kondisi ini remaja mulai mencari identitas dirinya melalui media yang sering di saksikan, yakni media elektronik, lebih spesifik lagi adalah televisi.

Televisi membawa pengaruh sangat besar dalam perkembangan psikologi para remaja. Melalui telivisi budaya pacaran gencar di kampanyekan, mulai dari sinetron dan tayangan-tayangan lainnya seperti reality show yang memberikan wadah para remaja untuk mencari pacar yakni acara yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta yang berjudul “katakan cinta”.

Dengan adanya acara televisi tersebut dapat di katakan bahwa remaja jika tidak pacaran tidak gaul yang dikenal dengan sebutan PEJABAT “pemuda jaman batu”.

Survey Sugiarti, siswi Madrasah Shomadiyah Makam Agung Tuban Jawa Timur, seperti yang dimuat di majalah Gugat (edisi 332/09-15 mei 2005), menunjukan, 84% pelajar SLTA di Tuban pernah melakukan pacaran. Adapun motivasi dalam berpacaran antara lain, 54,85% mengaku mengikuti tren, dan 12,69% sekedar untuk jaga gengsi dan untuk “bersaing”.

Sedangkan poling yang di lakukan DetEksi Jawa Pos mengenai remaja yang tidak mempunyai pacar (jomblo ), (jawa Pos, 1 Nopember 2003), menunjukan bahwa 56,1% remaja tidak mempunyai pacar karena Nasib. Pada dasarnya mereka tidak menginginkan jika mereka jomblo, namun nasib yang membuat ereka menjadi jomblo.

Dalam situasi seperti itu memiliki pacar ternyata menjadi kebanggaan sendiri. Apalagi jika para remaja telah bias memikat hati laki-laki ataupun perempuan yang di idam-idamankan. Fakta inilah yang ternyata membuat remaja semakin bersemangat dalam mencari pacar.

Arti Cinta dalam Pacaran

Dalam keseharian, bagi semua orang yang merasakan jatuh cinta sebelumnya harus memiliki satu hal, agar cinta itu dapat menunjukan kualitas yang layak dipuji, disanjung, dan dipuja. Dan agar cintanya mengalami peningkatan menuj yang lebih baik, hal tersebut adalah pemahaman tentang makna cinta.

Sering kita menyaksikan, banyak remaja yang mengatas namakan cinta. Namun dalam cinta tersebut tak jarang terselip nafsu-nafsu setan yang malah menyelewengkan makna cinta yang sebenarnya. Yang terucap memang kata cinta, namun dalam cinta tersebut bukanlah karena hati orang yang dicintai baik, melainkan karena wajah yang cantik, tubuh yang seksi, dan lain sebagainnya.

Selama ini kita hanya mengenal dua kata dalam cinta, yakni kasih dan sayang. Kasih dan sayang itulah yang mendorong kita untuk mencintai seseorang sehingga kita mengutarakan isi hati kita. Banyak sekali orang yang terbuai oleh kasih dan sayang, hingga tak menyadari arti kasih sayang yang sebenarnya. Seperti yang dikemukakan Muhammad Muhyidin dalam bukunya pacaran setengah halal setengah haram. “kasih sayang laksana angin, juga cinta, yang tak mampu kita jelaskan eksistensinya, tetapi kita mampu merasakan semilirnya.”

Karena itulah mengapa hakikat cinta yang sebenarnya sangat sulit di temukan. Meskipun itu ada, itupun karena terlalu dipaksakan dan terlalu mengada-ada. Ada beberapa pertanyaan, bagaimana cinta dapat didefinisikan? Memakai logika, apakah genus dan deferensinya? Apakah cinta termasuk kategori kuantitas? Ataukah kualitas? Dari sudut pandang kimia, dari unsure apakah cinta terbentuk? Apakah kita bias menemukan rumusan-rumusan cinta seperti kita menemukan rumus setiap material dalam benda? Apakah cinta layaknyahidrogen dan oksigen yang menjadi air? Atau ia etana? Atau mungkin Helium?

Hingga saat ini, tak seorangpun yang mampu mengemukakan secara tepat tentang definisi cinta. Meskipun itu ada itu hanya dari sudut pandang sang pecinta tersebut yakni dari sudut pandang yang mampu ia serap. Itu artinya cinta adalah bagian dari tubuh manusia.

Cinta memang pada kenyataannya terdefinisikan tergantung pada sudut pandang tiap-tiap orang yang menjalani. Bagi remaja yang hedonis dan matre. Baginya manifestasi cinta adalah ketika semua keinginannya bias terpenuhi. Bagi remaja yang lain cinta dapat berarti pengorbanan. Cinta adalah bagaimana dia bias berkorban bagi sang kekasih.

Dalam perkembangannya cinta terbagi menjadi dua sisi, yakni cinta yang majasi dan cinta yang hakiki, sebab kita mengetahui bagaimana orang yang sering sekali mempermainkan cinta.

Jika harus ditempatkan secara berhadap-hadapan, cinta majasi merupakan cinta yang bertolak belakang dengan cinta hakiki. Jika kedua cinta ini dipandang sebagai pilihan, maka alangkah baiknya jika cinta hakiki yang dipilih oleh pengembara cinta. Kita mengetahui banyak sekali korban-korban yang menjadi gila bahkan bunuh diri akibat cinta yang di permainkan. Dan jika antara cinta majasi dan cunta hakiki dinilai, cinta majasi tidak mempunyai nilai apapun.

Cinta majasi adalah cinta yang mendefinisikan dirinya sendiri dalam kenikmatan dan kesenangan badani, atau ragawi, yang bertujuan hanya sebagai pemuasan nafsu. Perwujudannya dapat berupa apa saja tergantung pada nafsu yang merasuki dan yang ingin dicapai. Jika cinta ini terwujud dalam hubungan antara pria dan wanita maka arti cinta yang sesungguhnya hilang sudah.

Dari pemaparan diatas kita dapat membandingkan dengan realita yang terjadi, bahwa ketika kita melihat dua orang remaja yang sedang berpacaran kebanyakan pasti hanya sebagai pemuasan hawa nafsu. Banyak fakta yang mendukung, sebagai misal; ketika kita berada di kawasan wisata, kita pasti menemui pasangan muda-mudi yang sedang berduaan disana. Eantah apa yang mereka lakukan pastinya kita bias menebak sendiri.

Lalu kalau sudah sepeti itu mengapa muda-mudi tidak mau langsung saja menempuh jaklan yang halal, yakni menikah. Padahal pada dasarnya cinta insan timbul dari cinta hakiki. Alangkah indahnya jika cinta itu diwujudkan dalam sesuatu yang halal.

Menikah atau Pacaran

Pastinya tidak asing lagi bagi kita jika mendengar istilah nikah muda. Nikah muda sudah banyak kita jumpai dimanapun., namun begitu pernikahan di usia muda bagi sebagian remaja banyak yang menolak dengan alasan mulai dari masa depan yang masih panjang, belum siap menjalani hubungan, takut masalah ekonomi dan lain sebagainya.

Para remaja sekarang lebih cenderung pada pacaran yang hanya mebuang-buang waktu, namun jika diajak membahas pernikahan seperti itulah alasannya pasti aka nada saja. Pernikahan yang lebih dapat bermanfaat ternyata bagi sebagian remaja dianggap remeh. Padahal kunci pembelajaran seseorang untuk melatih tanggung jawab bukan pada saat pacaran, melainkan ketika mereka dituntut untuk bertanggung jawab pada seuatu yang dimiliki.

Dalam sebuah seminar di Surabaya yang berada di Universita Petra Surabaya Dr. Stanley menganjurkan pada remaja untuk segera menikah jika sudah mempunyai pasangan yang tetap. Karena jika menikah terlalu tua takutnya mereka akan disibukkan dengan pekerjaan yang mereka miliki. Beliau mengatakan bahwa, menikah muda jauh lebih bagus dari pada menikah diusia tua.

Dan usia mahasiswa di Indonesia rata-rata dibawah 24 tahun, dan itulah usia yang ideal dan sangat layak untuk melaksanakan pernikahan. “jangan tunda perkawinan kalau kalian sudah siap. Kenapa menunggu lama-lama,” kata Stanley dengan logat bule. Namun ada mahasiswa yang beralasan belum mempunyai pendapatan.

Jika berbicara tentang pendapatan, pada posisi seperti ini orang tua wajib membantu anaknya dalam artian melihat bagaimana perkembangan anaknya jika memang membutuhkan alangkah baiknya jika dibantu, dan itu pasti karena tidak akan pernah ada orang tua yang akan menyengsarakan anaknya. Namun dalam pernikahan ini harus ada perjanjian, tidak boleh mempunyai momongan, karena belum mempunyai pendapatan.

Posisi pernikahan disini adalah sebagai penghalal atau sebagai penghilang fitnah yang takutnya akan muncul dimasyarkat. Selain itu motivasi untuk menuju keluaraga yang sakinah akan sangat besar serta pada usia 20 tahunan adalah uasia yang paling bagus untuk melahirkan, agar anak terhindar dari cacat, keguguran, dan lain sebagainya.

Pernikahan muda disini diartikan ketika seseorang sudah menginjak usia dewasa namun belum terlalu tua. Berbeda dengan fakta yang terjadi di daerah kawasan “tapal kuda” yang berada di jawa timur semacam Jember, Situbondo, dan Bondowoso yang notabene adalah orang Madura. Yang terjadi disana adalah para anak-nanak SD sudah dinikahkan bahkan jodohnya sudah ditntukan sejak mereka masih kecil.

Bukan pernikahan ala Bondowoso inilah yang di maksudkan disini. Karena dari fakta yang didapatkan ternyata angka percraian di daerah sini sangat tinggi karena pernikahan yang terjadi untuk ketentuan adat. Para orang tua tidak mengerti sepenuhnya tentang hakikat pernikahan yang terjadi. Oleh karena itu para Mahasiswa Universitas Jember sering kali mengadakan penyuluhan tentang UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mensyaratkan usia minimal pernikahan 17 tahun. Jika usia belm mencapai uasia 17 tahun orang tua diharap bersabar. Dengan begitu ceramah tentang UU Perkawinan belum 100% sukses karena hingga sat ini masih ditemukan janda-janda dan duda-duda yng usiaya di bawah 15 tahun.

Kita dapat mengambil pelajaran tentang nikah muda yang terjadi dikawasan tapal kuda jawa timur. Remaja harus berpikir bagaimana rumah tangga yang muda dan berkualitas. Namun juga mampu menghadapi tekanan dan masalah yang nantinya terjadi didalam rumah tangga tersebut.

Menikah muda memang bukan tanpa masalah. Apalagi kalau bukan karena ego masing-masing yang masih tinggi. Emosi yang masih meledak-ledak, yang kadangkala merusak pikiran jernih dan akal sehat. Usia yang sering over ekspresi. Namun masalah yang paling ditakutkan ketika sesorang melakukan nikah muda adalah tentang biaya hidup. Mengenai biaya hidup pastinya orang tua akan membantu, karena orang tua pasti mengetahui bagaimana kesulitan ketika seseorang menempuh hidup baru dalam bahtera rumah tangga. Walau bagaimanapun kesabaran adalah kunci untuk mancapai kebahagiaan yang hakiki. Dan jika fase-fase itu telah terlewati, dan kedua belah pihak terus berusaha memperbaiki diri dengan tetap berpegang teguh pada komitmen, Insya Allah “Setelah kesulitan itu akan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah)


Daftar Refrensi

Al-Ghifari, Abu. Pacaran yang Islami Adakah?. Bandung. Mujahid Press.2006

Badiatul Muchkisin Asti. Jangan Pacarin Gue (Nikmatnya Masa Remaja Tanpa Pacaran). Surakarta. Smart Media, 2005

Siregar, Haekal. Nikah Dini Kereeeen! #2 After Maried. Zikrul Hakim. Jakarta. 2007

Muhyidin, Muhammad. Pacaran Setengah Halal, Setengah Haram. Diva Press.2008

Mahfuz, Najla. Latahzan for Love “Khaifatun min al-Hub”. Akar Media. Jakarta. 2008

http//febriskamaskarina.blogspot.com/2008/09/nikah-muda-keuangan.html

http//mualafmenggugat.wordpress.com/2008/06/28/definisi-dalam-rasa

http//mominaction.wordpres.com/2008/01/22/asyiknya-menikah-muda/



6 komentar:

@re_c0m mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
K_nYuT gIrLs mengatakan...

jangan cuma dituliz tapi di praktekkan juga ya maz.....

K_nYuT gIrLs mengatakan...

JANGAN CUMA DI TULIZ JA TAPI DI PRAKTEKKAN JUGA YA...CH.....

ISi komentar di blogQ juga ya maz....

mkci.....

Anonim mengatakan...

hiyaaaaa, , ,


akhirnya keluar juga blogmu yang ini, , ,


y bagus c, , ,


bs dpt banyak inspirasi, , ,

Anonim mengatakan...

Pacaran di Islam itu ada
dan udah di contohkan nabi
pacaran secara islam itu adanya setelah
pintu pernikahan
.............................
tapi baguslah untuk perenungan bagi yang lupa

ri3s_a mengatakan...

emank sich....
kalo dipikir going steady tuch useless juga..
mendink langsung married..
hwehehe.....

Posting Komentar

Trima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host