Sabtu, 30 Mei 2009

Realityqu bohong..


Acara televisi lagi-lagi menyuguhkan acara-acara yang bersifat kebohongan public. Dan ramalan AGB Nelson ternyata memang benar-benar terjadi. Pada tahun 2006 AGB Nelson meramalkan bahwa di Indonesia pada tahun 2009 akan banyak program tetang “realityshow”. Seiring dengan itu realityshow yang ditayangkan kebanyakan hanya bohongan, bukan realita yang terjadi di masyarakat.
Apakah ini potret hiburan televisi di Idonesia?. Realityshow yang berhubungan dengan cinta, religi, dengan keluarga dan lain sebagainya semakin banyak disuguhkan. Namun masyarakat seolah diam dan menerima kebohongan itu sebagai kenyataan yang memang benar-benar terjadi. Penikmatnyapun dari segala usia, mulai dari ibu-ibu dan remaja. Entah begaimana mereka menikmati acara yang pada dasarnya hanya kebohongan public?.
Setelah infotaiment tentang gosip-gosip, sinetron yang tidak mendidik,sekarang ditambah dengan acara realityshow yang membuat mabuk kepayang ibu-ibu rumah tangga dan banyak remaja putri yang ikut menyaksikannya. Lalu, acara apa lagi yang akan membuat pemirsa televisi menerima kebohongan yang dibuat oleh produser. Dari 10 stasiun TV nasional, yang benar-benar menyuguhkan berita dan pendidikan hanya dua. Metro TV, dan TV One. Kedua stasiun televisi tersebut lebih banyak menayangkan berita-berita dan dialog interaktif yang pastinya membuat masyarakat berpikiran lebih bagus.
Sedangkan stasiun televisi yang dengan nyata-nyata memberi nama”Televisi Pendidikan Indonesia” yang lebih dikenal dengan TPI, acara-acara yang ditayangkan malah tidak berbobot. Ambil saja “si Entong dan Ronaldowati” acara yang ditujukan kepada anak-anak. Malah memberikan adegan-adegan yang tidak mendidik. Boneka bisa berjalan, boneka bisa bermain bola, entong memiliki sandal ajaib. Itukah acara mendidik, belum lagi realityshow yang di tayang kan TPI “Curhat” yang mengklaim akan menyelesaikan masalah, malah akan memperkeruh masalah.
Sekali lagi, siapa yang disalahkan?. Stasiun televisi yang menayangkan acara itu, ataukah pemirsa yang mau dengan mudah dibohongi, atau malah pemerintah yang membiarkan acara seperti itu semakin menjamur.

Tontonan Yang Malang

Acara televisi lagi-lagi menyuguhkan acara-acara yang bersifat kebohongan public. Dan ramalan AGB Nelson ternyata memang benar-benar terjadi. Pada tahun 2006 AGB Nelson meramalkan bahwa di Indonesia pada tahun 2009 akan banyak program tetang “realityshow”. Seiring dengan itu realityshow yang ditayangkan kebanyakan hanya bohongan, bukan realita yang terjadi di masyarakat.
Apakah ini potret hiburan televisi di Idonesia?. Realityshow yang berhubungan dengan cinta, religi, dengan keluarga dan lain sebagainya semakin banyak disuguhkan. Namun masyarakat seolah diam dan menerima kebohongan itu sebagai kenyataan yang memang benar-benar terjadi. Penikmatnyapun dari segala usia, mulai dari ibu-ibu dan remaja. Entah begaimana mereka menikmati acara yang pada dasarnya hanya kebohongan public?.
Setelah infotaiment tentang gosip-gosip, sinetron yang tidak mendidik,sekarang ditambah dengan acara realityshow yang membuat mabuk kepayang ibu-ibu rumah tangga dan banyak remaja putri yang ikut menyaksikannya. Lalu, acara apa lagi yang akan membuat pemirsa televisi menerima kebohongan yang dibuat oleh produser. Dari 10 stasiun TV nasional, yang benar-benar menyuguhkan berita dan pendidikan hanya dua. Metro TV, dan TV One. Kedua stasiun televisi tersebut lebih banyak menayangkan berita-berita dan dialog interaktif yang pastinya membuat masyarakat berpikiran lebih bagus.
Sedangkan stasiun televisi yang dengan nyata-nyata memberi nama”Televisi Pendidikan Indonesia” yang lebih dikenal dengan TPI, acara-acara yang ditayangkan malah tidak berbobot. Ambil saja “si Entong dan Ronaldowati” acara yang ditujukan kepada anak-anak. Malah memberikan adegan-adegan yang tidak mendidik. Boneka bisa berjalan, boneka bisa bermain bola, entong memiliki sandal ajaib. Itukah acara mendidik, belum lagi realityshow yang di tayang kan TPI “Curhat” yang mengklaim akan menyelesaikan masalah, malah akan memperkeruh masalah.
Sekali lagi, siapa yang disalahkan?. Stasiun televisi yang menayangkan acara itu, ataukah pemirsa yang mau dengan mudah dibohongi, atau malah pemerintah yang membiarkan acara seperti itu semakin menjamur.

Jumat, 29 Mei 2009

Idealisme..


Kampus mulai ramai dengan lobi-lobi yang dilakukan oleh para calon peserta pemilu raya. Dari berbagai macam golongan mereka membuat partai yang bersuara untuk mahasiswa. Namun tetap saja, apakah kita harus dengan mudah mempercayai partai-partai tersebut.
Bahkan, di kampus ditemukan sedikit kebohongan yang mungkin memang tidak dirasa. Sedikit-sedikit merayu untuk meminjam Kartu Tanda Mahasiswa. Padahal kartu tersebut sebagai bukti bahwa sang pemilik kartu mendukung penuh partai yang akan di ajukan.
Kasihan sekali orang-orang yang dimanfaatkan untuk meminjam KTM. Sebelum Pemilu kampus dimulai, mereka bersemangat untuk meminjam KTM dari teman-temannya untuk bukti, namun apakah setelah itu berakhir masih ada kesukaan-kesukaan yang akan dirasa?
Pengalaman,,, yah… pengalaman… alasan yang klasik untuk mengikuti sebuah partai kecil di kampus. Mungkin hanya itu yang akan didapat, namun berusaha untuk menetralkan diri dari dunia kepartaian kampus sangat amat sulit. Jam 8 pagi KTM diminta dari partai A, jam 10 gantian partai B yang meminta KTM sebagai bukti dukungan.
Namun menjadi netral juga tak sesulit itu. Hanya dengan modal sedikit keras kepala, mungkin teman-teman akan berusaha menghormati kita sebagai orang yang netral. Rayuan dari mulut-mulut pasti muncul, namun seberapa kuat kita mempertahankan idealis kita.
Memang banyak yang bilang, masa mahasiswa adalah masa yang baik untuk mengikuti organisasi. Namun yang menjadi pertanyaan, kemana kita dibawa oleh organisasi tersebut. Alih-alih mengajak menjadi baik, namun liberalism, kebohongan yang mengatasnamakan kesetiaan, serta tipuan-tipuan yang kita dapat dari sedikit senior yang jahil akan kita rasakan.
Sekarang, Ortom dan perkumpulan mendirikan partai yang mungkin akan saling menjatuhkan dan akan saling berlomba untuk narsis dengan paratai masing-masing. Kita tunggu dan kita dengar, bagaimana para orator menyuarakan visi dan misi partai dalam Pemilu Raya Tahun 2009 di Kampus putih tercinta kita.
sudah mencerminkan demokrasi atau anarkis yang akan terjadi jika salah satu partai menang, coba kita lihat dengan kacamata hitam.

Oh... Facebook


Terkadang saya heran pada ulama sekarang ini. Ada saja yang diharamkan, namun yang seharusnya diharamkan tidak disenggol sedikit pun. Tidak itu saja, bahkan film pun tak lepas dari pengawasannya. Sebagai misal, merokok, facebook dan film yang menjadi kontroversi sebagai misal “Perempuan Berkalung Sorban”. Okelah merokok diharamkan, meskipun dalam islam merokok tidak haram. Karena saya rasa memang merugikan baik perokok aktif maupun pasive. Namun jika sudah menjamah facebook atau film yang menurut saya Islami dan mengangkat martabat wanita. Huh,,,, naik pitang saya.
Jika kita mengkaji kembali, siapakah sih yang menentukan halal atau haramnya suatu perbuatan atau suatu hal.? Menurut saya hukum Islam itu berhenti pada Rasulullah Muhammad SAW. Dan setelah itu, hanya kesepakatan yang diambil oleh ulama'. Dan itu tidak bisa dianggap benar-benar haram, karena kesempurnaan manusia ada batasannya.
Terkadang rasa sedih pun muncul ketika menyaksikan para ulama yang mencari-cari hal untuk di haramkan. Kita lihat saja, apakah RUU APP sudah sah, dan apa yang dilakukan ulama' untuk itu. Saya akui saya bukan orang yang benar-benar islam, namun saya pun mengerti sedikit tentang hukum islam. Haram-halal, baik dan tidak baik saya paham, dan facebook baik atau haram adalah relatif siapa orang yang menggunakan dan digunakan untuk apa?
Jika secara umum diharamkan, wah... repot juga. Islam itu mudah namun jangan dipermudah. Desak RUU APP, baru cari sesuatu yang lain untuk diharamkan. Jangan mencolat-mencolot. Selesaikan satu perkara, baru perkara yang lain di usut.
Jika alasannya tidak bermanfaat, ada mantra yahudi ketika kita mencari teman, dan tidak mendidik, banyak kog yang serupa dengan itu. Lihat saja acara televisi yang didominasi dengan sinetron yang malah memperbodoh masyarakat Indonesia, realityshow yang isinya hanya tipuan belaka.
Saya hanya berharap kepada ulama' sekarang, “mohon gunakan akal sehat dan pertimbangan yang matang untuk menentukan haram-halalnya suatu hal. Baik di dunia maya maupun di dunia sungguhan”. Karena masalah agama adalah menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Jangan membuat resah masyarakat dengan fatwa-fatwa yang menganggap suatu hal haram dengan mudah.

Senin, 11 Mei 2009

Nyerah


Sedikit yang aku bayangkan tentang arti hidup ini, kekalahan dan kemenang. Terkadang hidup dituntut untuk selalu menang, namun kemenangan tak selalu didapat. Dan jika kekalahan yang datang, hanya sesal, dan kebingungan yang sealu terbayang.
Aku bingung akan arti hidup ini, karena mungkin aku sudah tak pants untuk hidup. Aku berfikir, beruntung sekali orang-orang yang mati pada saat bayi, atau yang tidak pernah dilahirkan. Hancurnya kehidupan ini, gilanya lingkungan ini, dan pemaksaan-pemaksaan yang selalu terjadi disekelilingku.
Namun aku hanya manusia, dan inilah takdir yang harus aku lalui dengan segala kelemahan ini. Cinta, persahabatan, kelompok, kuliah, bahkan di keluarga aku kadang selalu merasa kalah. Aku tak mamapu menjadi yang mereka inginkan., sehingga kadang banyak yang merasa kecewa dengan apa yang aku lakukan.
Dalam keramaian pun aku masih merasa sepi, dan seolah tak ada orang yang mampu menopangku dengan beban yang aku rasakan. Bisakah aku istirahat sejenak untuk meringankan beban yang ada dalam pikiran. Tentang apa yang terjadi dalam hidupku.
Air mataku mulai keluar tanpa ku tahu apa yang menyebabkan. Apakah semua kesalahn ini yang selalu kulakukan? Aku selalu dipandang rendah di hadapan mereka. Aku sendiri tak tahu, apa yang harus aku lakukan dengan kondisi yang seakan tak berdaya ini. Aku ingin memiliki, namun tak dapat memiliki, aku ingin memilih, namun tak dapat memilih, aku ingin meminta, namun tak dapat rasa hati untuk meminta.
Huuuh….. stress aku….

Minggu, 10 Mei 2009

KUPINANG KAU DG JANJI


Janji, visi dan misi, serta orasi biasanya dilakukan pada saat kampanye di mulai. Namun kali ini ada yang beda. Upaya untuk mempertahankan posisi sebagai penguasa Negara selalu dilakukan. Dan itupun terjadi di Negara tercinta kita ini, Indonesia.
Ada pepatah mengatakan “mempertahankan adalah lebih sulit dari mendapatkan”. Kata-kata itulah yang saat ini “menghantui” pemimpin Negara ini. Alih-alih membuat rakyat bahagia, ternyata di dalamnya terselubung niat untuk mencari simpati dari rakyat.
Sekolah gratis, gaji PNS naik, adalah merupakan beberapa cara dari sekian banyak cara yang digunakan guna mempertahankan posisi. Kita pun mengetahui, 5 tahun kepemimpinan, pendidikan seperti tidak mendapatkan perhatian. Bahkan siswa serasa di permainkan dengan program pendidikan pemerintah.
Bantuan Oprasional Sekolah atau yang selama ini kita menyebutnya BOS, yang seharusnya mampu meng-gratis-kan biaya pendidikan, ternyata masih saja banyak rakyat kecil yang mengeluh akan mahalnya biaya pendidikan. Serta tidak diimbanginya sarana-prasarana yang memadahi, samakin membuat hati miris akan traggedi pendidikan yang terjadi di Indonesia.
Kini, pendidikan menjadi bahan kampanye yang empuk, padahal sebisa mungkin pendidikan jangan pernah dijadikan bahan kampanye. Karena pendidkan adalah seperti hal yang sangat sensitive, mengingat pendidikan di Indonesia cukup mahal. Dua kali sudah SBY menjajikan pendidikan gratis bagi rakyat. Namun tetap saja, pendidikan seolah menjadi momok yang menyeramkan bagi rakyat.
Rakyat seolah-olah di iming-iming dengan kemudahan untuk mendapatkan pendidkan. Mungkin dengan dana BOS yang itu pun malah menyengsarakan rakyat. Dengan menaikan harga BBM, pemerintah beralasan untuk mempermurah biaya pendidkan. Namun tetap saja ujung-ujungnya rakyat juga yang dikorbankan. BBM naik semua kebutuhan pokok naik, rakyat pun malah sengsara karena gaji pegawai swasta tetap.
Masih berlakukah iklan sekolah gratis? Jawabannya ternyata masih. Gembar-gembor yang pada pemilu 2004 sangat diharapkan bisa membantu rakyat kecil namun malah menyengsarakan. Kini akan terulang dan bahkan sudah terulang sebelum Pemilu 2009.
Disini posisi rakyat seolah orang yang akan dilamar oleh pemimpin yang akan turun. Sekolah gratis seolah menjadi “mas kawin” yang akan diberikan kepada rakyat jika ia terplih lagi. Namun sudahkah rakyat merasakan enaknya sekolah gratis? Nyamannya fasilits sekolah? Profesionalnya pendidik yang mengajar? Bahkan layanan yang diberikan?. Hampir semuanya belum.
Pada dasarnya yang di butuhkan bukanlah sekolah gratis. Namun bagaimana pendidikan di Indonesia yang saat ini begitu mengenaskan, menjadi pendidikan yang nyaman bagi masyarakat serta para pengajar yang professional. Jika pengajar belum mampu profesional, sekolah gratis selama apapun akan sama saja. Karena yang di butuhkan adalah tenaga pendidik, bukan sekolah gratis, yang selalu di gembar-gemborkan menjelang pemilu. Mulai dari pemilu Bupati, Gubernur bahkan Presiden.

Rabu, 06 Mei 2009

KPU!, Kemana Rakyat Kau Bawa?


Ketika kita menengok kebelakang kembali tentang even ter ”heboh” yang ada di Indonesia, yakni pemilu 2009. Banyak sekali terjadi kekurangan di sana-sini. Mulai dari Daftar Pemilih Tetap, tertukarnya surat suara di beberapa daerah, serta sosialisasi yang kurang kepada masyarakat. Sehingga banyak pemilih yang kebingungan tetang cara memilih. Apakah mencoblos seperti pemilu sebelumnya?, atau mencontreng seperti cara memilih seperti pemilu kali ini.
Berbagai kekurangan tersebut tak lepas dari campur-tangan KPU, yang pada pemilu kali ini menghabiskan dana yang lebih besar dari pemilu yang dulu. Padahal jika dikaji kembali, pemilu yang dahulu tidak memerlukan dana yang besar namun tergolong sukses. Namun pemilu saat ini yang menghabiskan dana lebih banyak, pelaksanaannya makin tidak bagus.
Seperti contoh di atas, Daftar Pemilih Tetap yang amburadul dan tidak Up Date. Sepaerti yang terjadi di Lamongan. KPU setempat masih memasukan Amrozi sebagai DPT di desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan. Belum lagi sosialisasi yang kurang dan membingungkan para pemilih.
Serta perbandingan 4 kartu suara yang ukurannya hampir sama dengan dua lengan orang dan waktu yang di tentukan sungguh ironis jika pemilu dapat berlangsung dengan baik. Jika di hitung satu pemilih membutuhkan waktu untuk mengisi 4 kartu suara adalah 5 menit di kali jumlah pemilih misal saja satu TPS 200 pemilih maka waktu yang dibutuhkan (5x200=1000 menit atau kurang lebih 16 jam). Sedangkan waktu memilih hanya mulai jam 7.00-12.00. yakni kurang dari 6 jam. Bagaimana pemilu bias efektif jika pemilih belum paham dan waktu yang diberikan tidak seimbang.
Jika begitu, tidak salah jika banyak orang yang memilih untuk tidak memilih atau Golput. Selain waktu yang disediakan para warga desa banyak yang memilih untuk tetap bertani dari pada memilih yang bagi mereka memilih dan tidak memilih sama saja.
Loyonya ketua KPU
Ternyata selain calon legislative (caleg) yang loyo dan lemas menanti hasil pemilu, ternyata ketua KPU juga banyak yang KO pada saat penghitungan suara. Di beberapa daerah ketua KPU tiba-tiba pingsan karena terlalu capek menghitung hasil pemilu.
Inilah yang disebut senjata makan tuan. Ketika pemilu belum siap dan di pakasakan, terbukti ketua KPU pun menjadi korban kurang siapannya dalam pemilu 2009. Ketika masyarakat membutuhkan hasil yang kongkrit dan baik, maka yang didapatkan adalah segala kekurangan.
Namun memang tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan KPU. Sesempurna mungkin rancangan yang dibuat. Tetap saja ada kekurangan dimana-mana, dan lagi-lagi rakyat yang menjadi korban dan sengsara.
Sebelum penghitungan selesai, rakyat sudah dibingungkan kembali dengan Koalisi-koalisi yang tidak pasti, dan hanya mementingka kepentingan partai tanpa memikirkan kepentingan rakyat.
Kamanakah rakyat dibawa oleh pemerintah melalui pemilu?

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host